Mengawal Agenda KIP di Kalbar

TERHITUNG tujuh tahun yang lalu, tepat tanggal 30 April 2008 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dalam UU tersebut diamanatkan bahwa Komisi Informasi sudah harus terbentuk dua tahun setelah diundangkan. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik, dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.

????????????

Lahirnya UU KIP dilatarbelakangi oleh semangat keterbukaan yang bergulir seiring Gerakan Reformasi 1998. Paradigma penyelenggara negara relatif berubah dari yang semula tertutup menjadi lebih terbuka. Selain itu, kehadiran UU KIP telah memberikan ruang yang lebih luas bagi partisipasi publik. Perubahan itu membawa harapan akan terwujudnya pemerintahan yang demokratis, transparan, serta akuntabel, yang didukung oleh berbagai proses perumusan kebijakan publik.
Kesadaran atas kebutuhan informasi untuk mendukung upaya-upaya pemberantasan KKN, penegakan HAM, dan tata kelola pemerintah yang baik (good governance) mendorong beberapa aktivis lembaga swadaya masyarakat membentukKoalisasi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP). Gagasan besarnya adalah kebebasan untuk memperoleh informasi publik perlu dijamin undang-undang karena merupakan bagian tidak terpisahkan dari hak asasi manusia.
Perjuangan itu pada Maret 2002 membuahkan hasil, DPR RI menyetujui RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (RUU KMIP) sebagai RUU usulan inisiatif DPR RI. Namun amanat presiden yang di dalamnya menunjuk wakil pemerintah untuk membahas RUU KMIP baru disetujui pada 19 Oktober 2005. Terjadi perbedaan pandangan dalam pembahasan RUU tersebut.Pemerintah keberatan dengan kata “kebebasan” yang dipakai sebagai judul undang-undang, sehingga RUU KMIP diubah menjadi Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Klausul badan usaha milik negara atau milik daerah sebagai badan publik menjadi perdebatan yang alot. Pemerintah sama sekali tidak menyetujui hal tersebut. Kata sepakat akhirnya tercapai dengan memperluas definisibadan publik sehingga partai politik dan organisasi-organisasi non-pemerintah termasuk badan publik selain BUMN/BUMD.
UU KIP mengatur bahwa badan publik wajib menyediakan, memberikan, dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik. Badan publik wajib menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. Untuk melaksanakan kewajibannya, badan publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.
Selain informasi yang wajib disediakan dan diumumkan, UU KIP mengatur pula mengenai informasi yang dikecualikan, yaitu informasi yang tidak bisa diakses untuk umum dengan berbagai alasan termasuk alasan rahasia negara. Pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) di setiap badan publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi dengan seksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan informasi publik tertentu dikecualikan.
Kesenjangan pemahaman mengenai adanya pengecualian ini terkadang menjadi alasan bagi badan publik untuk menutup akses informasi publik kepada pemohon informasi. Hal ini membuka peluang timbulnya sengketa informasi publik, yaitu sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundang-undangan. Pemohon informasi juga dapat mengajukan sengketa pada kondisi tidak disediakannya informasi berkala, tidak ditanggapinya permintaan informasi, permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta, dikenakan biaya yang tidak wajar, dan/atau penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam UU KIP. Tahapan penyelesaian sengketa publik dilaksanakan oleh komisi informasi yang dapat dilanjutkan tahapan penyelesaian sengketa publik di pengadilan.
Setelah lima tahun dilaksanakannya UU KIP, keterbukaan informasi publik terkait dengan sumberdaya alam masih sangat menyedihkan di tingkat provinsi di seluruh Indonesia. Selain itu, PPID di tingkat kabupaten di seluruh Indonesia juga baru sekitar 50% dibentuk. Berdasarkan dua masukan dari masyarakat sipil ini keterbukaan belum optimal dilakukan. Perlu perjuangan terus-menerus untuk membuka tabir gelap menuju terang informasi publik. Dalam hal ini, komitmen kepala negara menjadi sangat diperlukan.

Konteks Kalbar
Dalam konteks Kalbar, Kalbar menjadi provinsi ke-27 yang resmi membentuk komisi informasi provinsi setelah dikukuhkan oleh Gubernur Drs Cornelis, MH pada 10 Maret 2015. Sejak dari awal pembentukannya KI Kalbar sudah mendapat perhatian dari berbagai pihak termasuk pegiat keterbukaan informasi publik. Sebanyak 17 lembaga swadaya masyarakat dan dua organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi untuk Keterbukaan Informasi Publik Kalbar turut mengawal proses ini. Rentang waktu sejak dari proses seleksi KI Kalbar melaksanakan seleksi pada Oktober 2010 hingga fit and propertest oleh Komisi A DPRD Provinsi Kalbar pada Agustus 2014 menjadi ujian tersendiri bagi pemerintah daerah dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan terbuka melalui terpenuhinya hak publik untuk memperoleh informasi. Tantangan berat berikutnya adalah mengimplementasikan hak memperoleh informasi yang merupakan hak asasi manusia dengan cara meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik guna menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Salah satu hal yang masih perlu perhatian pemerintah, masyarakat, maupun KI Kalbar adalah bahwa belum semua kabupaten di Kalbar sudah membentuk PPID, yaitu Kabupaten Mempawah, Landak, Sanggau, Sekadau, dan Sintang. Apabila PPID belum terbentuk, maka belum ada daftar informasi publik. Dengan demikian, belum ada juga daftar informasi yang dikecualikan. Hal ini tentu akan menjadi rentan disengketakan.
Dari berbagai persoalan pelaksanaan UUKIP ini, keberadaan KI Kalbar menjadi strategis untuk memaknai keseriusan pemerintah provinsi dalam menjalankan agenda keterbukaan informasi yang merupakan inisiatif globalmenujuopen govermentyaitu untuk membuat pemerintah lebih transparan, efektif dan akuntabel, dengan melibatkan partisipasimasyarakat dan tanggap terhadap aspirasi mereka. Hal ini sekaligus mengukuhkan bahwa agenda keterbukaan informasi sudah berjalan di Kalbar.

Hari KIP
Keterbukaan informasi nyatasangat diperlukan untuk membangun pemerintahan yang terbuka. Salah satu hal penting dari hasil Rakornas Komisi Informasi di NTB pada September 2014yang lalu disepakati untuk mencanangkan tanggal ditetapkannya UU, yaitu tanggal 30 April sebagai Hari Keterbukaan Informasi Nasional (KIN). Untuk dinyatakan sebagai peringatan hari secara nasional, komisi informasi harus mengantongi peraturan presiden yang kini masih dalam proses pengurusannya. Dalam pencanangan hari KIN tersebut juga akan dilaunching Mars Komisi Informasi ciptaan Anwar Fatahilah, personel Power Slave.**

Penulis, Abang Amirullah (Bidang Advokasi, Sosialisasi, dan Edukasi Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Barat); Chatarina Pancer Istiyani (Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Barat)

Sumber : Pontianak Post, 9 Mei 2015

Tinggalkan komentar